Total Tayangan Halaman

Senin, 08 November 2010

MENJADI INDONESIA

BUDAYA.
Budaya. Sebuah kata. Wacana. Topik. Issue. Sejarah. Cikal bakal. Identitas dan sebagainya. Budaya menggelitik mata hati dan telinga. Budaya seperti yang kita tahu adalah jati diri bangsa. Budaya sudah jauh dari arti budaya itu sendiri. Tidak mencerminkan budaya kita sendiri.
Yang terjadi kini, di Negara ini yang banyak orang bilang terdiri dari ‘beribu suku dan budaya’ hanya sebatas ucapan yang mengagumi negaranya karena bingung harus mengagumi apa lagi?.
Korupsi. Suap menyuap. Jalan belakang. Ada uang ada jalan.
Itu adalah beberapa parasit yang menyeruak. Merusak seluruh lapisan sistem sosial di dalam masyarakat kita. Dari yang paling atas hingga strata bawah. Tidak mengenal derajat, yang berpendidikan dan orang berpangkat yang mengerti apa itu arti disiplin.
Kejujuran sudah menjadi sesuatu yang mahal di zaman yang orang bilang canggih ini.
‘ngapain pikirin orang lain, pikirin diri sendiri saja susah’.
Sudah pasti ke-individualisasi-an sudah merebak harum disetiap pribadi masyarakat kita yang dulu begitu lantang disuarakan oleh guru PPKN kita.
‘jangan jadi manusia yang individualisme’.
Semua instansi-instansi yang memiliki peran penting dalam mendidik masyarakat justru memberikan contoh buruk bagi kita. Segala sesuatu dapat terlaksana apabila pelicin itu berharga mahal maka urusan cepat selesai. Lain apabila mengikuti prosedur yang ada. Sebulan, terkadang urusan kita baru selesai.
Inilah yang terjadi di Negara kita. Negara yang dikenal dengan korupsinya yang tinggi. Disiplinnya yang kurang serta keteraturan sosial yang melemah.
Masih banggakah kita menjadi Indonesia?.
Bagaimana menuntaskan ini. Kenapa kita tidak mencoba ‘membersihkan’ Negara kita ini dengan mengganti semua orang yang duduk manis di sana. Kenapa kita tidak memberikan kesempatan untuk para mahasiswa yang kini semakin mengerti apa itu pemerintahan yang bersih. Seperti yang selalu mereka teriakkan di depan gedung pusat keputusan untuk Negara kita ini dibuat.
Memang tidak mudah. Kembali lagi yang dipertanyakan adalah jam terbang. Apakah jam terbang seseorang menentukan seseorang itu baik dalam pekerjaannya. Jika jam terbang tidak diimbangi dengan idealisme percuma saja.
Mereka adalah kubu-kubu yang akan selalu memikirkan keberlangsungan hidup mereka sendiri.
‘tidak juga, karena ada hukum yang mengikat mereka. Jadi mereka tidak akan melakukan korupsi yang sudah sering terjadi’.
Hukum ?.
Memang hukum benar benar berdiri di Negara yang mereka bilang ‘negara kita kan Negara hukum.’?
Hukum hanya sebagai kamar mandi. Hanya untuk membersihkan bukan untuk pertanggung jawaban. Lima tahun lagi plus remisi mereka sudah kembali merasakan apa itu udara bebas.
Dan lagi-lagi uang yang bicara.
Hukum itu harus tegas. Galak. Tidak melihat siapa dia dan berapa uang dia. Lagi-lagi kita harus mencuci lembaga hukum di Negara kita ini.
Contoh kecil dimasyarakat kita dan ini mengikutsertakan aparat Negara yang berslogan ‘kami siap melayani anda’. Pelanggaran lalu lintas yang terjadi di jalan seperti mendapati pengendara yang tidak memiliki SIM, berhenti di tempat yang tidak seharusnya atau kedapatan tidak membawa surat kendaraan secara lengkap.
Itu semua dapat diatasi dengan memberi sejumlah uang kepada aparat bersangkutan atas nego bersama. Apa sudah sebobrok inikah keberadaan pihak berwenang?. Dengan berbisik pihak itu berkata ‘kasih uangnya lewat bawah aja, jangan sampai terlihat’. Uang didapat pelanggar bebas.
Lain lagi dalam pembuatan SIM. Dan lagi pelicin itu bermain kembali. Bila mengikuti prosedur yang ada seperti yang sudah dikatakan tadi, sebulan kemudian SIM itu baru sampai di tangan. Beda apabila pakai pelicin. Hari itu juga SIM sudah dapat dikantongi.
Ada apa dengan lembaga ini ?.
Kadang mereka mencari uang sampingan dengan memblokade jalan dan merazia setiap pengendara motor. Banyak yang tertangkap tidak memiliki SIM. Tetapi itu bukan tugas operasi atasan, mingguan atau bulanan. Itu operasi pribadi demi meramaikan isi kantong di tengah bulan.
Mereka bukan lagi penyelamat atau penolong saat sesat. Mereka beralih arti menjadi lintah darat yang kapan saja dapat menghisap darah yang mereka mau karena mereka berseragam dan berpangkat.
Jika penegakkan hukum di lingkup kecil seperti itu sudah tidak bertaring bagaimana mengatasi hukum bagi para koruptor?.
Kenapa susah sekali menjatuhkan hukuman mati dan pemblacklistan bagi mereka yang terbukti melakukan korupsi. Ambil semua kekayaannya, jika perlu diamankan dan digunakan untuk Negara. Buat mereka tidak memiliki apapun selain pakaian yang mereka kenakan. Permalukan mereka di depan seluruh rakyat Indonesia. Buat mereka jera dan buat para pemula akan berpikir dua kali untuk melakukan tindakan korupsi.
Sebaiknya pemerintah membuat suatu wilayah pemukiman khusus para koruptor, tidak perlu mewah buat seadanya saja. Lalau resmikan nama wilayah itu sebagai kampung koruptor. Tidak ada prestige di sana.
Kalau cuma diberitakan di media lalu di sidang dan akan selalu berakhir dengan putusan 5 atau 10 tahun kurungan penjara tetapi perlakuan seperti raja masuk hotel, untuk apa hukum ada?. Itulah cara satu-satunya untuk kita terbebas dari penyakit korupsi kita ini. Ketegasan itu perlu. Semboyan ‘Negara kita adalah Negara hukum’ itu akan terbukti adanya.

Kita bangun lagi tatanan ini dengan orang-orang baru dan orang-orang lama yang terpilih. Kita training diri kita. Kita doktrin diri kita. Memimpikan Negara yang bersih dari segala penyakit krusial. Semangat muda para mahasiswa diyakinkan dapat membawa perubahan yang besar terhadap Negara ini. Karena mereka mau Negara Indonesia ini kembali jaya dan indah di mata dunia internasional. Karena kami bangga menjadi Indonesia.
Tidak perlu malu terhadap Negara sendiri. Apapun yang terjadi di Indonesia ini semua tetap menjadikan Indonesia lebih baik. Disaat keadaan ekonomi yang berita-berita gencarkan sedang memburuk. Ekonomi kita tidak terpuruk. Bahkan merajuk tidak. Setiap hari mall ramai oleh pengunjung. Gerai handphone ramai oleh pembeli. Indonesia baik-baik saja. Kecuali orang-orang yang pesimis terhadap negaranya. Memang tidak merata, tetapi percaya Indonesia bisa. Semua itu tergantung dari orang-orang di senayan sana. Masihkah mereka ‘berjuang’ demi amanat rakyat atau hanya untuk dirinya.
Saatnya membersihkan MPR dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Karena kesolehan seseorang tidak menjamin orang itu baik. Seperti yang sudah-sudah, salah satu kubu yang mengatasnamakan dari partai muslim bisa terlibat dalam kasus korupsi. Pelajaran untuk kita semua. Setinggi apapun tingkat religius seseorang. Kita tidak pernah tahu apakah orang itu baik atau tidak. Mereka yang mengerti agama. Yang selalu mengatakan ini halal dan itu haram masih bisa jatuh. Dan tergiur oleh uang yang kita sebut haram.
Mari segera laksanakan untuk Indonesia agar merdeka dari kekorupsian yang sudah mengakar kuat disetiap lapisan masyarakat.
Berikan penyuluhan sedini mungkin betapa bahayanya korupsi itu. Tidak ada kata terlambat. Mereka yang tidak paham apa arti kekuasaan itu akan membuatnya menjadi sia-sia.
Biarkan yang muda yang bekerja. Ada semangat baru di sana. Orang-orang baru. Yang belum diberi kesempatan. Karena ada yang bilang
‘tidak ada tempat untuk sang idealis’.
Justru kami yang muda sudah gerah dengan situasi yang ada.
Biar yang tua menikmati istirahatnya. Biarkan yang muda yang membawa perubahan. Begitu banyak gelora didiri mereka. Prihatin ini sudah cukup melintasi hati atas keterpurukan negara kita ini akan segala hal.
Karena kami mau bangga kepada Indonesia secara lengkap.
Bangga karena tanahnya yang subur. Bangga karena Indonesia tumpah darah kita. Bangga kekayaan alamnya. Bangga keanekaragam budayanya. Bangga karena suku-sukunya. Bangga karena keindahannya. Bangga karena keramahannya.
Tetapi juga bangga karena pemerintahannya bersih. Bangga akan hukumnya yang berdiri tegak. Ketahanannya yang kuat. Serta budaya yang mengakar.
Kita akan dengan bangga mengatakan : ‘aku bangga menjadi indonesia’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar